ARSNewsy-, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan ketersediaan komoditas pangan mencukupi kebutuhan nasional. Salah satunya jagung untuk pakan ternak terus digenjot produksinya sehingga pasokannya aman atau bahkan mencapai surplus untuk ekspor, dan saat ini Kementerian Pertanian memakai data produksi yang masih di atas kebutuhan.
Sementara Aktivis Pengiat Petani Jagung Diah Indarti mengatakan, desakan kebutuhan jagung bagi peternak saat ini dan wacana akan ditetapkannya harga jagung tertinggi di petani hanya berkisar Rp. 4500 / kg. “Terlalu rendah bagi kami.saat ini harga jagung berada di kisaran Rp 5.000 sampai Rp 5.300 per kilogram. Petani masih bisa mendapat keuntungan jika menjual jagung dengan harga itu”, katanya.
Dengan adanya wacana ditetapkannya harga tersebut dikarenakan adanya desakan peternak terutama peternak mandiri terhadap pemerintah sehingga jagung yang akan ditetapkan tidak ditinjau dari aspek lainnya, terutama bagi petani jagung.
“Sebetulnya harga Rp 5.000 itu petani sudah bisa tersenyum. Petani tak mendapat apa-apa jika harga jagung berada di bawah Rp 5.000. Harapan kami pemerintah yang bijaklah, harga beli ke petani bisa di bawah Rp 4.000, jika harga jagung di tingkat pabrik senilai Rp 4.500 per kilogram, maka pabrik akan membeli jagung petani dengan harga di bawah Rp 4.000. Bisa dipastikan itu, karena jalur tata niaga dan distribusi kita dari tangan ke tangan, mata rantai panjang”, papar Diah Indarti.
Dijelaskan pula oleh Diah Indarti, padahal, biaya produksi tanam jagung cukup besar, pupuk subsidi yang bisa diperoleh petani juga dibatasi, sehingga, para petani harus membeli pupuk nonsubsidi dengan harga yang mahal. Selain itu akses permodalan yang saat ini menjadi harapan para petani melalui KUR Pertanian juga sulit di akses sehingga sampai saat ini hanya 20 – 30 % petani yang bisa menyerap dikarenakan bank hampir tidak percaya kepada petani dikarenakan tidak ada agunan, penghasilan yang tidak tetap dan ini mengakibatkan petani belum bisa merasakan kemakmura.
Terkait dengan peluang dibukanya kran impor bisa saja terjadi jika desakan dari peternak akan kebutuhan jagung ini juga menjadi ancaman bagi petani jagung lokal. Hal ini sepertinya menjadi salah satu sasaran pihak yang memanfaatkan kepentingan tersebut. Padahal para petani jagung di Indonesia masih sanggup memenuhi kebutuhan jagung peternak jika memang ada kesepakatan yang dibangun sejak awal dengan petani melalui koperasi petani atau badan usaha milik petani. Data yang jelas dari peternak setiap wilayah sentra produksi jagung bisa mensuplai sesuai kebutuhan wilayah dan pemerintah bisa memfasilitasi petani dari hulu sampai hilir.
Terkait harga jagung naik saat ini karena adanya pembelian yang dilakukan oleh para peternak dan perusahaan langsung kepada petani kedaerah sentra. Sepertinya masalah ini belum selesai, selama ini petani jagung diam tetapi jika memang dampak dari kebijakan ini tidak memihak kepada petani bisa jadi petani jagung juga turun aksi dan meminta pemerintah mempunyai keberpihakan kepada petani.
“Membayangkan nasib petani jagung, jika datang waktu beruntungnya dengan harga yang bagus, itulah kebahagiaan yang istimewa bagi para petani. Tapi itu terjadi dalam kondisi tertentu dan berdasarkan harga pasar yang diatur oleh para pengusaha.Tapi apa yang terjadi dalam dua tahun terakhir masa panen, bagi para petani jagung mengalami kegagalan dari cuaca dan harga yang diakibatkan oleh kondisi Covid-19”, kata Diah Indarti. (joo; mas)